SELAMAT DATANG KE BLOG MY APIUM NILAM PURI

ANDA SUKA BLOG INI

Sunday, September 13, 2009

Pelajaran Dari Hadith

( TENTANG DIUTUSNYA MU’ADZ BIN JABAL KE YAMAN )

Hamdulillah.. walau pun bersendirian, di tinggalkan sahabat2 lantaran perginya mereka kembali ke kampung masing2 untuk menyambut syawal yang mana,bi masyi’atillah akan kunjung tidak lama lagi. Sedih rasanya dalam hati.. sedar tak sedar, dah hampir sebulan ramadhan menjadi tetamu. Tak lama lagi syawal pula akan menjadi tetamu kita. Menangislah sahabat2 ku, entah apa kita akan bertemu ramadhan pada masa akan datang atau tak.. sedihlah dengan pemergian ramadhan ini. Andainya ini ramadhan bagi kita?

Insya Allah, dalam kesempatan yang ada, saya teringin untuk mengajak sahabat2, di alam maya mahupun di alam realiti, untuk sama2 kita mengangkat Sirah tentang Dakwah ilal Allah yang mudah-mudahan dengan menyemak kisah ini nantinya, ianya tidak hanya sekadar menjadi maklumat, akan tetapi darinya kita dapat mengambil beberapa pelajaran penting untuk diamalkan dalam kehidupan kita.insyaallah..

Kisah ini sebenarnya terdapat dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim yang tidak perlu diragukan lagi keshahihannya, sebuah kisah tentang diutusnya Mu’adz Ibnu Jabal ke negeri Yaman dalam menyampaikan dakwah ila Allah. ( bagi sahabat2 yang menuntut bersama2 saya, pasti sudah hafal malah sudah hadam pun hadith tersebut. Kena tasmi’ kan? Jawab dalam hati saja la )

عن ابن عبّاس رضي الله عنهما أنّ النّبي صلى الله عليه وسلم بعث معاذا رضي الله عنه إلى اليمن فقال : ادعوهم إلى شهادة أن لا إله إلّا الله وأنّي زسول الله فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمهم أنّ الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة فإن هم اطاعوا لذلك فأعلمهم أنّ الله افترض عليهم صدقة في أموالهم تؤخذ من أغنياتهم وتردّ على
(فقرائهم ( متفق عليه

Dalam kitab Shahihain disebutkan Hadith riwayat ibn ‘abbas radhiallahu ‘anhu, ia berkata: “Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam mengutus mu'adz ibn jabal, beliau bersabda:

“Sungguh kamu akan mendatangi orang-orang ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), maka hendaklah pertama kali yang harus kamu sampaikan kepada mereka adalah syahadat LA ILA HA ILLALLAH – dalam riwayat yang lain disebutkan “supaya mereka mentauhidkan Allah”- jika mereka mematuhi apa yang kamu dakwahkan, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka solat lima waktu dalam sehari semalam, jika mereka telah mematuhi apa yang telah kamu sampaikan, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka sedekah ( zakat ), yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka dan diberikan pada orang-orang yang fakir. Dalam riwayat yang lain - Dan jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka jauhkanlah dirimu dari harta pilihan mereka, dan takutlah kamu dari doanya
orang-orang yang teraniaya, kerana sesungguhnya tidak ada tabir penghalang antara doanya dan Allah” (HR. Bukhori dan Muslim).


Beberapa pelajaran yang kita sama-sama boleh ambil dari hadith diatas :

Dari Hadith yang berisi kisah yang agung ini meliputi beberapa hal penting untuk dicermati dan pelajaran yang sangat berharga yang mana mencakupi:

1. Urgensi Dakwah

2. Ushul ad-Dakwah

3. Skala keutamaan dakwah

4. Akhlak seorang muslim sebagai da’ie

5. Keadilan dalam bermuamalah dan berdakwah



Pelajaran pertama, adalah tentang urgensi dakwah.

Sesungguhnya pengutusan Mu’adz ibnu Jabal ke negeri yaman oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam ini terdapat pelajaran tentang keutuhan dan kesabaran dalam mengembangkan tugas mulia tersebut;

yang pertama adalah bahawa Mua’dz pasti akan meninggalkan orang yang paling dicintainya, orang yang paling dekat dengannya, yang senantiasa beliau iringi, dimana Mu’adz shalat bersama baginda Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam, mendengarkan sabda-sabda dan nasihat-nasihat darinya Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.

Yang kedua bahwa diutusnya Mu’adz ibnu Jabal dimana beliau pasti akan menempuh safar (perjalanan) dalam tempoh yang cukup panjang,

yang ketiga, bahwa perjalanan yang akan ditempuh sudah pasti meletihkan dan melelahkan dengan melalui medan alam yang keras,

yang keempat ialah sudah pasti nanti beliau akan menghadapi pelbagai tentangan dari musuh-musuh Islam, atau orang-orang yang benci kepada dakwah ila Allah.


Demikianlah, seberat apapun pengorbanan yang beliau kerahkan dalam menghadapi segala tentangan yang datang dengan berbagai bentuk dan rupa, tapi beliau sedar bahawa usaha dan pengorbanan yang dilakukan tersebut harus dilaksanakan dengan niat semata-mata kerana Allah (yang mana mengharapkan kepada keredhaan dan balasan dari yang Maha Mengetahui), oleh kerana beliau rela meninggalkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam yang mencintainya dan menyayangi ummatnya untuk waktu yang tidak pasti bilakah lagi kemudian mereka akan bertemu kembali.


Baiklah, mungkin kita boleh tanya diri kita sendiri, Siapakah kita untuk berkorban dan berdakwah sebagaimana Mu’adz ibnu Jabal berdakwah ila Allah? Bahkan kita belum lagi diutus ke negeri (seperti) Yaman atau Belanda (misalnya) paling tidak pun ke negara jiran, indonisi ( dalam dialek indonesia ), tapi adakah kita telah berdakwah kepada keluarga, atau kepada tetangga kita, kepada sahabat, sudahkah kita berdakwah kepada jamaah masjid kita? ( contohnya ). Inilah yang menjadi pertanyaan bagi kita. Dan jika kita kaji dari kisah ini, betapa sahabat yang mulia ini rela meninggalkan Rasulullah dan orang-orang yang disayanginya. Barangsiapa yang tidak berdakwah kepada orang-orang yang dekat ataupun kerabatnya, maka akan sulit baginya untuk berdakwah kepada orang-orang yang jauh.

Oleh itu, mari kita mulai dakwah ini dengan memperhatikan sahabat karib kita, keluarga kita. Dan dalam riwayat disebutkan bahwa ketika Mu’adz ibnu Jabal telah kembali ke kota Madinah, beliau mendapati bahwa Rasulullah yang dirindukan telah wafat ( maaf, pena tak berapa pasti. Mohon jawapan pada yang tahu ). Kemudian, pertanyaan terbesar untuk kita jawab adalah pengorbanan apakah yang telah kita kerahkan dalam dakwah ila Allah ini, sebesar apakah sumbangan kita dalam dakwah ini?


Pelajaran kedua yang dapat kita ambil dari hadith ini adalah mengenai Ushul al-Dakwah,
dasar-dasar dalam berdakwah, disebutkan dalam hadith ini ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam berwasiat kepada Mu’adz, yang pertama sekali beliau sampaikan kepada Mu’adz adalah masalah Tauhid, bukan yang selainnya (seperti perkara akhlak, tazkiyatunnufus atau mengajarkan bagaimana metode berdakwah dengan cara berdagang misalnya – bukan maksud pena perkara2 tersebut tidak penting ), akan tetapi sekali lagi wasiat Rasulullah adalah menyeru manusia agar mentauhidkan Allah, inilah dakwah yang menjadi prioritas utama, kemudian setelah beriman dengan keimanan yang sebenar-benarnya kepada Allah lalu mempersaksikan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. Setelah beriman dan mentaati Allah, maka juga harus meyakini dan mentaati Rasulullah sebagai ikutan dan panutan dalam kehidupan seorang muslim, selanjutnya perintah untuk menegakkan solat. Rasulullah tidak menyuruh kepada perkara yang lain selain melaksanakan shalat, sebagai kewajiban yang sangat agung dan tinggi kedudukannya, ( sila rujuk buku hadith – hadith yang kedua dan ketiga ) selanjutnya perintah untuk menunaikan zakat . kesemuanya ini semata-mata wahyu dari Allah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam.


Semua nabi diutus oleh Allah kepada seluruh manusia adalah untuk berdakwah kepada tauhid ini, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thoghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An-Nahl: 36)

* Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah


Ushul yang kedua setelah dakwah kepada Tauhid adalah dakwah kepada amalan-amalan wajib (Faraidh), iaitu dakwah kepada kewajiban-kewajiban kita yang diwahyukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bukan merupakan perkataan manusia biasa ataupun penyair, sebagaimana disebutkan dalam hadits Qudsi :

“…dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu perbuatan yang lebih Aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku fardhukan kepadanya. Dan seorang hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah sunnah sehingga Aku mencintainya…” (HR. Muslim).

Berdakwah kepada amalan-amalan yang difardhukan terutamanya perintah untuk menegakkan solat, sebagaimana disebutkan dalam hadith Mu’adz diatas, solat merupakan perintah yang sangat agung diantara perintah-perintah Allah lainnya. Bahkan disebutkan, bahwa tidak ada bagian (pahala) bagi seseorang yang tidak melaksanakan solat. Perintah Solat merupakan satu-satunya perintah Agung yang diperintahkan Allah dengan langsung meng-isra’ mi’raj-kan NabiNya ke langit (untuk menerima perintah solat). Disebutkan pula dalam hadith lainnya bahwa tidak akan diterima ‘amal kebajikan dari seseorang pada hari kiamat nanti sebelum diperiksa amalan solatnya, apabila solatnya diterima, maka amalan lainnya akan diterima dan sebaliknya jika tidak diterima, maka amalan lainnya pun akan tertolak.


Kemudian mungkin saja akan timbul persoalan, iaitu bagaimana dengan manhaj dakwah, harakah-harakah dakwah yang ada ditengah-tengah kita sekarang ini, apakah gerakan-gerakan dakwah ini sudah sesuai dengan hadith Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam, sebagaimana hadith yang kita bahas ini, iaitu dengan memulai dari Tauhid kemudian masalah-masalah Faraidh dan seterusnya, ataukah sebaliknya sudah menyimpang dari ushul-ushul dakwah tersebut?


Apakah peranan / fungsi kita dalam mabadi’ dakwah ini? Maka dalam hal ini kita perlu mempelajarinya mabadi’ yang disebutkan dalam hadith diatas iaitu kita harus mempelajari tentang urgensi Tauhid dan segala yang berkaitan dengannya, pembatal-pembatal keimanan, begitu juga tentang permasalah Faraidh (utamanya shalat, zakat dan selainnya) sebelum kita terjun ke medan dakwah, yang kedua adalah kita mengamalkannya, kemudian mendakwahkannya.


Pelajaran Ketiga dari hadits ini adalah tentang urutan skala keutamaan (Tartiib) dalam dakwah,
hal ini sebagaimana yang telah disebutkan pada hadith diatas, “..kerana itu, maka hendaklah pertama sekali yang engkau dakwahkan kepada mereka adalah ajaklah mereka kepada persaksian bahwa tiada Tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah…”. Dalam berdakwah kepada orang-orang yang dekat dengan kita ataupun orang lain adalah hendaklah dengan mendahulukan masalah Tauhid kemudian solat dan seterusnya, tentunya dengan memperhatikan keperluan dan keadaan objek dakwah yang kita hadapi.


Pelajaran Keempat dari hadith ini adalah tentang keadilan,
seorang da’ie mesti adil dalam bersikap dan menjauhi kedzaliman. Dalam hadith ini disebutkan, “…Dan waspadalah kamu dalam mengambil harta-harta yang terbaik bagi mereka..” jadi dalam hadith ini tidak diperbolehkan untuk mengambil harta-harta yang terbaik dari orang kaya meski pun untuk kemashlahatan fuqara’ sehingga menyebabkan mereka (orang-orang kaya) terdzalimi akan tetapi yang benar adalah sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan dalam agama. Oleh kerana itu seorang da’ie harus adil dalam masalah
ini dan meninggalkan sikap dzalim.


“Dan takutlah engkau dari doa orang yang di dzalimi, karena doa itu tidak ada sekat (hijab) antara dia dengan Allah Taala.”

Pelajaran berikutnya dari hadith ini, bahwasanya janganlah kita menganggap bahwa orang-orang yang berdakwah itu sudah lepas dari kesalahan-kesalahan sehingga dia dapat melakukan apa saja dan berhati-hati dari kedzaliman jangan sampai merasa bahwa dialah yang paling benar kerana doa orang-orang yang terdzalimi itu tidak ada sekat (hijab) antara dia dengan Allah Taala. (doanya didengarkan oleh Allah). Contoh bentuk kedzaliman seorang da’ie kepada mad’unya adalah manakala seorang da’ei mengambil atau memungut zakat, ataupun sedekah dari orang kaya dengan harta yang terbaik dan yang termahal yang mereka miliki, meskipun dengan alasan untuk kemashlahatan orang-orang fakir dan miskin. Adapun bentuk kedzalimannya terhadap orang miskin adalah manakala seorang da’i memungut zakat dari orang kaya, dan orang kaya memberikan hartanya yang paling buruk atau paling murah yang diambil zakatnya kemudian diserahkan kepada orang fakir miskin, maka itu juga adalah salah satu bentuk kedzaliman seorang da’i.


Pertanyaan lagi : Bagaimana harus mengkompromikan antara ayat, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan ..” (QS. Ali Imran [3]: 2) dengan hadith yang berbunyi: “…Dan waspadalah kamu dalam mengambil harta-harta yang terbaik bagi mereka..”adakah kontradiksi antara keduanya?

Mugkin saja jawapannya ( bagi yang ada jawapan lain – di alu-alukan ), Tidak ada kontradiksi diantara keduanya, sebab yang dimaksud dalam ayat diatas adalah dalam masalah-masalah sunnah sebagai motivasi untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan cara menginfakkan apa sahaja fi sabilillah, adapun apa yang disebutkan dalam hadith tersebut adalah masalah zakat Fardhu (wajib) yang tidak boleh seseorang mengambil harta yang paling baik dari orang lain, kecuali pemberian harta itu dikeluarkan berdasarkan keredhaan si pemilik harta yang secara peribadi memberikan harta yang paling disukainya tersebut, jadi seseorang seharusnya mengambil harta yang pertengahan (bukan yang termahal, atau paling baik dan bukan pula sebaliknya yang paling buruk atau paling rendah nilainya). Namun jika seseorang ingin berzakat dengan hartanya yang terbaik, maka itu dibolehkan. Kesimpulannya tidak ada pertentangan antara keduanya.

Wallahu A’lam


~ belajarlah dari hadith yang kita belajar tu... tanya2 kat prof madya kita :) ~

( sedikit sebanyak sumber dari Transkrip Daurah Islamiyah )

By Humayra'

0 comments:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home

Pages

al-Wakt

FOLLOWERS

ABOUT APIUM

My Photo
NILAM PURI, KOTA BHARU, Malaysia

DARI MEJA EDITOR

Meja Editor apiumnp.blogspot mengalu-alukan kepada pembaca untuk menghantar artikel atau sebarang berita untuk disiarkan di laman ini. Sebarang cadangan, penambahbaikan dan artikel bolehlah dihantar ke mppumnp@gmail.com.

Terima Kasih.

SURAT MENYURAT

AKADEMI PENGAJIAN ISLAM UNIVERSITI MALAYA NILAM PURI , 16010 KOTA BHARU ,
KELANTAN DARUL NAIM
http://apiumnp.um.edu.my
email : nilampuri@um.edu.my
tel : 09-7126508 begin_of_the_skype_highlighting 09-7126508 end_of_the_skype_highlighting
fax : 09-7126580

MISI APIUM

BERUSAHA UNTUK MENJADI PUSAT PENGAJIAN TINGGI ISLAM KONTEMPORARI CEMERLANG DI NEGARA DAN SERANTAU,BERGIAT DALAM PENYELIDIKAN , PENGAJARAN DAN PERUNDINGAN.

VISI APIUM

UNTUK MEMAJUKAN BIDANG PENGAJIAN ISLAM BERASASKAN TRADISI KEILMUAN ISLAM
DAN KAEDAH MODEN YANG SAINTIFIK
MELALUI PENYELIDIKAN DAN PENDIDIKAN
BERKUALITI UNTUK NEGARA
DAN KEMANUSIAAN.

DISKUSI INTELEK

POPULAR POST

 

LABELS

PENGUNJUNG

Labels

 

Another Templates

Templates by Nano Yulianto | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger